SEJARAH INDONESIA
BARU 1
TOPIK PENGARUH KEBUDAYAAN JAWA DAN
HINDU TERHADAP
ISLAM DI INDONESIA
Dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah sejarah Indonesia baru 1
Dosen pengampu bapak Jayusman dan
ibu Diah
Disusun oleh :
1. LAILATUL
FATKHIYYAH (3101412104)
2. AFTIAN
MUTIARA A.P (3101412137)
3. MUHAMMAD
CONDRO ASMORO (3101412120)
ROMBEL
3
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada kami. Teriring pula salawat dan salam
semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada
waktunya, dengan topik “Pengaruh Kebudayaan Jawa dan Hindu Terhadap Kebudayaan
Islam di Indonesia”.
Kami menyusun makalah ini
berdasarkan fakta yang kami dapat berbagai sumber-sumber dan
literature-literatur yang insya Allah dijamin kebenarannya. Kami berterima
kasih kepada semua pihak yang ikut membantu untuk terselesainya makalah ini.
Kami menyadari dalam pembuatan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang.
Semarang,
17 April 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai seorang guru
hendaknya kita perlu tau tentang bagaimana budaya Islam masuk ke Indonesia.
Islam masuk ke Indonesia sudah tentu dengan jalan damai. Ada beberapa cara
yaitu melalui jalur perdagangan, perkawinan, tasawuf, pondok pesantren, dan
seni budaya. Diantara kelima cara Islam masuk ke Indonesia, yang menarik disini
yaitu masuknya Islam melalui jalur seni budaya. Tentu saja Islam masuk ke
Indonesia tidak mengambil begitu saja kebudayaan yang sudah berkembang di
Indonesia. Islam masuk ke Indonesia melalui pengadobsian budaya-budaya yang
sudah ada di Indonesia, budaya-budaya tersebut yaitu kebudayaan Hindu dan Budha
dan kebudayaan dari Jawa. Islam menyebarkan pengaruhnya ke Indonesia tidak
langsung menggunakan budaya-budaya dari arab, tetapi Islam masuk ke Indonesia
yang penyebarannya dilakukan dengan jalan akulturasi budaya. Akulturasi budaya
ini yaitu antara budaya yang sedang berlangsung pada saat itu, yaitu budaya
Hindu Budha dan kebudayaaan Jawa.
Islam menyebarkan agama
dengan jalan akulturasi budaya, sehingga Islam bisa diterima baik oleh
masyarakat di Indonesia. Islam disini mengajarkan suatu peradaban baru bagi
bangsa Indonesia, yang sebelumnya bangsa Indonesia telah memeluk agama Hindu
dan Budha. Dengan akulturasi kebudayaan ini, diharapkan oleh para penyebar
agana islam bahwa Islam bisa menyatu dengan masyarakat setempat. Sehingga
disini menariklah kalau kita akan membahas tentang pengaruh kebudayaan Hindu
dan Jawa terhadap kebudayaan Islam di Indonesia.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas dapat timbul suatu permasalahan antara lain:
1.
Bagaimana agama dan kebudayaan Islam?
2.
Bagaimanakah bentuk-bentuk akulturasi
antara kebuadaayan Hindu dan Jawa terhadap kebudayaan Islam?
C.
TUJUAN
1.
Mempelajari agama dan kebudayaan Islam
yang masuk ke Indonesia.
2.
Mengetahui dan memahami berbagai bentuk
akulturasi yang ditimbulkan oleh pengaruh-pengaruh kebudayaan Hindu Budha dan
kebudayaan islam bagi kelngsungan agama Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Situasi Serta Kondisi Sosial Budaya Masa
kedatangan Islam
Di Indonesia pada masa
kedatangan dan penyebaran Islam terdapat aneka ragam kebudayaan, suku bangsa,
organisasi pemerintahan, struktur ekonomi dan sosial budaya. Suku bangsa
Indonesia yang bertempat tinggal dipedalaman kebanyakan belum mengalami
percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, misalnya saja dari India,
Persia, Arab dan Eropa. Sedangkan penduduk Indonesia yang tinggal dipesisir
menunjukkan cirri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang
dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal dipedalaman. Selama berabad abad bangsa
Indonesia mendapat pengaruh dari India, terutama kerajaaan kerajaan besar yang
menrima pengaruh Hindu dan Budha, tetapi pengaruh tersebut hanya diterima oleh
sebagian masyarakat saja dan penghalus semata-mata. Oleh jarena itulah sudut
kebudayaan, istilah Indonesia-Hindu mungkin lebih tepat untuk menyebut
masyarakat kerajaan-kerajaan yang mendapat pengaruh dari India.
Semenjak
kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia mengalami kekacauan, banyak
pedagang-pedagang muslim yang sudah ramai mengunjungi Nusantara, diantara
mereka mungkin juga terdapat para mubalig. Mereka juga berdiam dalam
perkampungan-perkampungan. Tentu saja di antara mereka juga terdapat orang kaya
dan orang muslim tersebut menerima dan juga memakai bahasa penduduk setempat.
Mereka juga menerima adat kebudayaan setempat, melakukan perkawinan dengan
wanita-wanita setempat yang mereka Islam-kan.[1]
Untuk
kepentingan pribadi, mereka mencari budak-budak dan budak-budak tersebut
menjadi muslim. Dengan cara ini maka tiap keluarga muslim menjadi inti
masyarakat muslim dan pusat kegiatan peng-Islam-an. Dengan cara perkawinan,
membuat islam memasuki lapisan masyarakat bangsawan, karena para pedagang
muslim dapat menun jukkan sifat dan tingkah laku yang baik dan pengetahuan
keagamaan yang tinggi. Tidak hanya itu saja, agama Islam dipandang oleh
masyarakat Nusantara lebih baik, karena dalam Islam tidak mengenal sistem kasta
seperti dalam agama Hindu. Jelaslah bahwa proses Islamisasi di Indonesia
dipermudah karena adanya dua pihak yaitu orang-orang muslim yang dating dan
mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang
menerimanya.
B.
SALURAN ISLAMISASI
Sudah kita bahas diatas
bahwa saluran Islamisasi di Indonesia melalui lima jalan yaitu perdagangan,
pernikahan, tasawuf, pondok pesantren dan seni budaya. Hal yang menarik disni
yaitu lewat jalur seni budaya. Islam
datang ke Nusantara sebagai suatu agama atau religi dan juga membawa suatu
peradaban atau kebudayaan yang baru. Sebelum kedatangan Islam, di Nusantara telah berkembang peradaban
Hindhu-Buddha yang berasal dari India. Peradaban Hindhu-Buddha itupun
sebenarnya bukan merupakan peradaban yang murni dari India, tetapi merupakan
akulturasi dengan peradaban lokal (asli), yang mendapat pengaruh dari
Kebudayaan Dongson dan Kebudayaan Han dari Cina.
Persebaran
Kebudayaan Hindhu-Buddha di Indonesia tidak merata dan derajat pengaruhnya pun
sangat beragam. Terdapat daerah-daerah yang pengaruh Hindhunya sangat kuat
seperti Jawa dan Bali. Namun, ada pula yang seperti Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi dengan derajat Hindhuismenya yang agak kurang . Terdapat daerah-daerah
yang sama sekali tidak mendapat pengaruh Hindhuisme seperti: Papua dan Sulawesi
Utara.
Kedatangan
pengaruh kebudayaan Islam tidak serta merta menghapuskan kebudayaan Hindhu-Buddha
di Indonesia yang telah ada sebelumnya. Karena kedua kebudayaan terserbut, memiliki derajad yang
kurang lebih sama. Maka terjadilah proses perpaduan atau akulturasi budaya. Menurut
C. Kluckhohn ada 7 unsur kebudayaan
universal, antara lain: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem
peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi serta
kesenian.
Dalam
pembahasan akulturasi kebudayaan di Indonesia terdapat tiga kebudayaan, yaitu:
kebudayaan lokal, kebudayaan Hindhu-Buddha dan kebudayaan Islam. Dalam
membicarakan akulturasi budaya ini, digunakan konsep Local Genius dari
Quaritch Wales. Local Genius diartikan sebagai sejumlah unsur ciri-ciri
budaya khas, yang dimiliki oleh segenap masyarakat secara bersama, sebagai
hasil pengalaman masa lalu atau sejarahnya.
Sebenarnya
hampir bersamaan dengan perkembangan Islam itu, mulai berkembang pula peradaban
Barat yang bercorak Nasrani. Akan tetapi, pengaruhnya masih terbatas pada
daerah-daerah tertentu seperti di Maluku dan di beberapa tempat lainnya seperti
Batavia di Jawa. Lagi pula Kebudayaan Barat tersebut kurang berpengaruh pada
kebudayaan setempat, karena peninggalan-peninggalannya, misalnya berupa
benteng, gereja ataupun bangunan–bangunan lainnya, pada hakekatnya hanyalah Kebudayaan asli Barat yang dikembangkan di
Indonesia. Oleh karena itu, masa awal
Islamisasi ini Kebudayaan Barat tidak dibicarakan.
akulturasi
budaya (Kontjaraningrat) merupakan proses sosial yang timbul apabila suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing
dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan
hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Proses akulturasi yang
paling Nampak saat masuknya Islam di Nusantara misalnya seni bangunan, seni
pahat atau ukir, seni tari, seni musik, dan seni sastra.[2]
1)
SENI BANGUNAN DAN SENI UKIR
Hasil-hasil seni
bangunan pada zaman pertumbuhan Islam di Indonesia antara lain masjid-masjid
kuno di Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten,
masjid Baiturrahman di Aceh, dan sebagainya. Di Indonesia masjid-masjid kuno
menunjukkan keistimewaan dalam denahnya yang berbentuk persegi empat atau bujur
sangkar dengan bagian kaki yang lebih tinggi serta pejal, atapnya bertumpang
dua, tiga, lima, atau lebih, dikelilingi parit atau kolam ikan pada bagian
depan atau sampingnya dan berserambi. Bagian lain seperti mihrab dengan
lengkung pola kalamakara, mimbar yang
mengingatkan ukir-ukiran teratai, mastaka
atau memolo, jelas menunjukkan
pola-pola seni bangunan tradisional yang telah dikenal di Indonesia sebelum
kedatangan Islam.
Bebrapa masjid kuno
mengingatkan kita kepada seni bangunan candi, menyerupai bangunan meru pada zaman
Hindu. Ukir-ukiran seperti mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara, mihrab, bentuk
beberapa mastaka atau memolo menunjukkan hubungan erat dengan perlambangan
meru, kekayon, gunungan atau gunung tempat kedewaan yang dikenal dalam
cerita-cerita keagamaan Hindu. Beberapa ukiran pada masjid kuno seperti di
Mantingan, Sendang Duwur, menunjukkan pola yang diambil dari dunia
tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diberi corak tertentu dan mengingatkan kepada
pola-pola ukiran yang telah dikenal pada candi Prambanan dan beberapa candi
lainnya.
Kecuali pada pintu
gerbang, baik di keratin-keraton maupun di makam orang-orang yang dianggap
keramat yang berbentu candi-bentar, kori Agung, jelas menunjukkan corak pintu
gerbang yang dikenal sebelum Islam. Sama seperti halnya dengan nisan-nisan
kubur di daerah Tralaya, Tuban, Madura, Demak, Kudus, Cirebon, Banten,
menunjukkan nunsur-unsur seni ukir dan perlambangan pra Islam. Di Sulawesi,
Kalimantan, Sumatera terdapat beberapa nisan kubur yang lebih menunjukkan unsur
Seni Indonesia pra Hindu dan pra Islam.
Dari uraian diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa Islamisasi dilakukan melalui seni bangunan dan
seni ukir. Berdasarkan berbagai penin ggalan seni bangunan dan seni ukir dari
masa-masa tersebut jelaslah bagi kita, bahwa proses Islamisasi dilakukan secara
damai. Kecuali itu, dilihat dari segi ilmu jiwa dan taktik, penerusan tradisi
seni bangunan dan seni ukir pra Islam merupakan alat Islamisasi yang sangat
bijaksana yang mudah menarik orang-orang bukan Islam untuk dengan lambat-laun
memeluk Islam sebagai pedoman hidup barunya.
2)
SENI TARI
Saluran dan cara
Islamisasi melalui seni bangunan dan seni ukir sesuai pula dengan saluran dan
cara melalui seni tari, music, sastra dan sebagainya. Dalam upacara-upacar
keagamaan, misalnya Maulud Nabi, sering dipertunjukkan seni tari atau music
tradisional, seperti gamelan yang dibuat sekaten yang terdapat dikeraton
Cirebon dan Yogyakarta, dibunyikan pada perayaan grebeg Maulud. Berdasarkan
babad dan hikayat, di keraton-keraton lama terdapat gamelan, tarian seperti
dedewan debus, birahi, bebeksan yang diselenggarakan pada upacara tertentu.
Bahkan diantara seni yang terkenal dijadikan alat Islamisasi adalah
pertunjukkan wayang. Menurut cerita, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling
mahir dalam mementaskan wayang. Sunan kalijaga tidak pernah meminta upah
pertunjukkan, tetapi dia meminta agar para penonton mengikuti mengucapkan
Kalimat Syahadat. Sebagian cerita wayang masih dipetik dari Mahabharata dan
Ramayana, tetapi sedikit demi sedikit nama tokoh-tokohnya adalah pahlawan
Islam.
Nama panah Kalimasada,
suatu senjata paling ampuh dalam lakon wayang dihubungkan dengan Kalimat
Syahadat, ucapan yang berisi pengakuan terhadap Allah dan Nabi Muhammad.
Kalimat Syahadat merupakan tiang pertama dari lima rukun Islam.
3)
SENI SASTRA
Islamisasi melalui seni
sastra juga dilakukan secara sedikit demi sedikit seperti terbukti dalam
naskah-naskah lama masa peralihan kepercayaan yang ditulis dalam bahasa dan
huruf daerah, contohnya saja primbon-primbon abad ke-16 yang antara lain dibuat
oleh Sunan Bonang.
Babad dan hikaya-hikayat
juga ditulis dalam bahasa daerah, dengan menggunakan huruf daerah dan Arab.
Beberapa kitab Tasawuf diterjemahkan kedalam bahasa Melayu dan beberapa disusun
dalam bentuk syair Melayu. Hal ini merupakan salah satu usaha agar ajaran
tersebut dapat dimengerti oleh orang-orang Indonesia yang tidak mengenal bahasa
Arab dan Persia.. mungkin tersebarnya bahasa Melayu sebagai lingua franca pada
masa pertumbuhan dan perkembangan Islam juga melalui perdagangan. Misalnya di
Maluku kita mengenal Hikayat Hitu yang ditulis dalam bahasa Melayu, demikian
juga dengan Hikayat Banjar dan Hikayat Kutai.
Agama Islam juga
membawa beberapa perubahan sosial dan budaya, memperhalus dan memperkembangkan
budaya Indonesia. Penyesuaian anatar adat dan syriah di berbagai daerah di
Indonesia selalu terjadi, meskipun terkadang dalam taraf permulaan mengalami
proses pertentangan dalam masyarakat. Adat Makuta Alam adalah hasil percampuran
adat Aceh dengan daerah syariah Islam. Beberapa kitab hokum di Jawa, seperti
undang-undang Matara, Pepakem Cerbon, juga mengandung unsur-unsur pokok pra
Islam dengan Islam.
Situs Judi Online, Situs Judi Slot Online Terpercaya, Judi Online
BalasHapusDaftar カジノ シークレット judi starvegad online sekarang dan terpercaya no 1, agen judi slot online terbaik di indonesia, slot88, sbobet ทางเข้า judi bola, slot joker123, poker online sbobet, slot88 terbaik