Senin, 03 November 2014

KABINET AMIR SYARIFUDDIN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang Masalah
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia belum benar-benar menjadi negara yang berdaulat. Karena negara Belanda belum mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka. Selain itu juga sebagi negara yang baru merdeka, Indonesia perlu menyiapkan lembaga-lembaga dalam pemerintahan.  Pada tahun 1945 sampai tahun 1950 merupakan jaman baru bagi negara Indonesia yang disebut dengan jaman Revolusi Kemerdekaan.
Baik dari pihak Belanda ataupun pihak revolusioner Indonesia, menganggap Revolusi Indonesia sebagai suatu jaman dari kelanjutan pada masa lampau. Bagi Belanda tujuannya adalah mengahancurkan sebuah negara yang dipimpin oleh orang-orang yang bekerjasama dengan Jepang dan memulihkan rezim kolonial yang menurut keyakinan mereka telah mereka bangun selama 350 tahun. Bagi para pemimpin revolusi Indonesia tujuannya adalah melengkapi dan menyempurnakan proses penyatuan dan kebangkitan nasional yang telah dimulai empat dasawarsa sebelumnya. Masing-masing pihak merasa yakin bahwa takdir dan kebenaran berada dipihaknya. [1]
Langkah nyata pemerintahan adalah dengan diangkatnya Sjahrir sebagai perdana menteri. Pada tahun 1947 Kabinet Sjahrir mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno, karena Kabinet Sjahrir gagal dalam perjanjian Linggarjati dan membuat wilayah Indonesia menjadi RIS. Setelah jatuhnya kabinet Sjahrir, Presiden menunjuk Mr. Amir Sjarifuddin untuk menyusun kabinet baru. Setelah Amir berhasil menyusun kabinet baru, mulailah delegasi untuk menghadapi perundingan dengan Belanda. Delegasi Republik dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin sendiri, dengan Ali Sastroamidjojo sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari dr. Tjoa Siek Ien, sutan Sjahrir, H.A Salim. Mr. Nasrun, dan dua anggota cadangan masing-masing Ir. Djuanda dan Setiadjid, serta 32 0rang penasehat. Delegasi dari Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo, dengaan Mr. H.A.L van Vredenburgh sebagai wakil ketua.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah proses terbentuknya kabinet Amir Syarifuddin ?
2.      Bagaimanakah susunan dari Kabinet Amir Syarifuddin ?
3.      Bagaimanakah program kerja dari Kabinet Amir Syarifuddin ?
4.      Bagaimanakah masalah-masalah yang terjadi pada Kabinet Amir ?
5.      Bagaimanakah Perjanjian Renville pada Masa Kabinet Amir Sjarifuddin ?
6.      Bagaimakah proses jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin ?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui proses terbentuknya Kabinet Amir Syarifuddin.
2.      Mengetahui susunan dari Kabinet Amir Syarifuddin.
3.      Mengetahui program kerja dari Kabinet amir Syarifuddin.
4.      Untuk mengetahui masalah yang terjadi pada Kabinet Amir.
5.      Untuk mengetahui perjanjian renville yang terjadi pada masa kabinet Amir.
6.      Mengetahui proses jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembentukan Kabinet Amir Sjarifuddin
Setelah terjadi perpecahan di kubu Kabinet Syahrir, yaitu terjadi mosi tidak percaya dari Masyumi yang merupakan akibat dari Perundingan Linggarjati. Di dalam Partai Sosialis juga terjadi perpecahan, dimana Syahrir dikenal sebagai Partai Sosialis Kanan dan Amir Sjarifuddin sebagai Partai Sosialis Kiri. Seperti kita ketahui, Partai Sosialis Kiri kemudian bergabung dengan Partai Komunis Indonesia dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR).[2]
Pada pukul 03.15, Presiden Soekarno menerima secara resmi penyerahan mandate kabinet Syahrir dan sejak saat itu kekuasaan sepenuhnya terdapat ditangan Presiden. Pada malam itu datang kawat dari pihak Belanda yang mengaharapkan jawaban pemerintah Indonesia paling lambat tanggal 27 Juni 1947. Demikianlah pada malam itu dibentuk komisi untuk membantu presiden dalam menyusun jawaban atas nota pemerintah Belanda. Panitia dibantu oleh Amir Sjarifuddin (Partai Sosialis), Sujono Hadinoto (PNI), Harsono Cokroaminoto (Masyumi), Tambunan (Parkindo) dan Kasimo (PKRI).
Presiden Soekarno pada tanggal 30 Juni telah menunjuk Amir Syarifuddin, Sukiman, A.K Gani dan setiadjit sebagai formatur untuk membentuk kabinet koalisi, tetapi gagal membentuk kabinet nasional. Dalam tempo 14 jam, kabinet nasional terbentuk. Pada tanggal 3 Juli, kabinet baru dibawah pimpinan Amir Syarifuddin dilantik. Dan kabinet ini bertugas untuk menjawab nota dari Belanda.[3]

2.2 Susunan Kabinet Amir Sjarifuddin
Soekarno menunjuk Amir untuk membuktikan kepiawannya mengusung kabinet dan menjalankan pemerintahannya. Presiden menuntut Perdana Menteri yang baru untuk membentuk kabinet koalisi antara PS, PNI, Masyumi, dan PBI. Akan tetapi usaha ini gagal. Amir kemudian membentuk kabinet sesuai kemampuan, susunannya sebagai berikut :
1.      Menteri Agama                                   :           K. Achmad Asj’ari
2.      Menteri Dalam Negeri                        :           Wondoamisono
3.      Menteri Kehakiman                            :           Susanto Tirtoprodjo
4.      Menteri Kemakmuran                         :           A.K. Gani
5.      Menteri Kesehatan                              :           J. Leimena
6.      Menteri Keuangan                              :           A.A. Maramis
7.      Menteri Luar Negeri                           :           Agus Salim
8.      Menteri Muda Dalam Negeri              : Abdul Madjid Djojohadiningrat
9.      Menteri Muda Kemakmuran I :           I.J. Kasimo
10.  Menteri Muda Kemakmuran II:           Adji Darmo Tjokronegoro
11.  Menteri Muda Kesehatan       :           Satrio
12.  Menteri Muda Keuangan           :           Ong Eng Die
13.  Menteri Muda Luar Negeri        :           Tamsil
14.  Menteri Muda Pekerjaan Umum:           Laoh
15.  Menteri Muda Penerangan         :           Sjahbudin Latif
16.  Menteri Muda Perburuhan         :           Wilopo
17.  Menteri Muda Pertahanan          :           Arudji Kartawinata
18.  Menteri Muda Sosial                  :           Sukoso Wirjosaputro
19.  Menteri Negara                           :           Sri Sultan Hamengkubuwono IX
20.  Menteri Negara                           :           Suja’as
21.  Menteri Negara                           :           Wikana
22.  Menteri Negara                           :           Hindromartono
23.  Menteri Negara                           :           Siauw Giok Tjhan
24.  Menteri Negara                           :           Maruto Darusman
25.  Menteri Pekerjaan Umum           :           Moch. Enoch
26.  Menteri Penerangan                    :           Setiadi Reksoprodjo
27.  Menteri Pengajaran                     :           Ali Sastroamidjojo
28.  Menteri Perburuhan                    :           S.K. Trimurti
29.  Menteri Perhubungan                 :           Djuanda Kartawidjaja
30.  Menteri Pertahanan                    :           Amir Sjarifuddin
31.  Menteri Sosial                             :           Suprodjo

Pada dasarnya, Amir masih mengandalkan Partai Sosialis sebagai penyokongnya, ditambah dari PNI dan Masyumi. Untuk pertama kalinya pula seorang Katolik, pemimpin Parkindo (Partai Katolik Indonesia) I. J. Kasimo dan seorang komunis Maruto Darusman, menduduki kursi dalam kabinet pemerintahan. Amir pun masih mengunci jabatan Menteri Pertahanan.


2.3 Program Kerja Kabinet Amir Sjarifuddin
1.      Menjawab Nota Dari Belanda
Nota Belanda pada tanggal 29 Juni yang dikirim oleh Van Mook belum mendapat jawaban dari Presiden. Nota inilah yang harus dijawab oleh Kabinet Amir. Nota balasan akhirnya dikirim oleh Kabinet amir pada tanggal 8 Juli. Isinya yang perlu mendapat perhatian adalah Pemerintah Republik ingin perhubungan luar negeri Republik Indonesia yang telah ada diberi tempat yang sesuai dalam rencana yang dimasudkan. Berkenaan dengan soal keamanan dan ketertiban dalam negeri, pemerintah tetap berpendirian seperti yang telah tertera dalam nota presiden.
Pertemuan antara Perdana Menteri Amir Syarifuddin dengan Jenderal Van Mook berlangsung pada tanggal 14 dan 15 juli 1947.[4] Perundingan menemui jalan buntu. Indonesia tetap mempertahankan kesatuan bersama. Indonesia tidak mau kalah dengan pihak Indonesia dan menginginkan perhentian permusuhan. Keinginan tersebut disambut baik oleh kedua belah pihak dan keduanya mengumumkan perhentian permusuhan. Tetapi pihak Belanda ingkar dan yang harus menghentikan permusuhan hanya dari pihak Indonesia.
Aksi perhentian permusuhan ini gagal setelah Perdana Menteri Belanda Dr. Louis memberikan kuasa penuh kepada Van Mook untuk melakukan aksi militer karena Indonesia tidak memenuhi Persetujuan Linggarjati dan menolak usul Belanda. Akibat ucapan dari Dr. Louis, di Indonesia terjadi penangkapan besar-besaran tokoh-tokoh di Indonesia. dengan demikian Kabinet Amir Syarifuddin gagal dalam membalas nota dari Jenderal Van Mook.


2.4 Masalah Yang Dihadapi Pada masa kabinet Amir Sjarifuddin
Dalam menjalankan pemerintahannya, Kabinet Amir mengalami beberapa masalah misalnya :
1.      Gagalnya perjanjian Renville
Perundingan resmi digelar di atas kapal angkut Amerika Serikat bernama Renville yang berlabuh di lepas pantai Jakarta pada 8 Desember. Seperti yang dilakukan Sjahrir semasa menjabat pimpinan pemerintahan, Amir mengetuai delegasi perundingan dari pihak Indonesia. Adapun pihak Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL bernama Abdulkadir Wijoyoatmojo. Pihak Belanda berusaha agar garis pertahanan yang telah berhasil direbut pada Agresi Militernya dipertahankan. Sedangkan RI meminta agar tentara Belanda menarik diri ke kedudukan semula sesuai perundingan Linggarjati. Agenda lainnya adalah ketika persoalan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Belanda mengusulkan agar bahwa RI adalah salah satu negara bagian disamping Negara Sumatera, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan dan lain-lain. Padahal, hasil salah satu perundingan Linggarjati adalah bahwa RIS adalah pemerintahan sementara (interim government) yang dibawahi oleh RI dan Belanda. 
Saat perundingan berjalan, Belanda seakan mengancam secara halus apabila konsesi-konsesi yang ditawarkan tidak diindahkan, maka mesiu yang selanjutnya bicara. Amerika Serikat pun tidak akan mendukung Indonesia apabila menolak penawaran Belanda. Amir berdiri terjepit. Pada akhirnya pada 17-19 Januari 1948, Perundingan Renville selesai dan kesepakatan disetujui.
Dengan disetujui perjanjian Renville membuat kerugian di pihak Indonesia dan hal inilah yang menjadi penyebab jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin.

2.      Agresi Militer Belanda 1
Pasal-pasal yang ada dalam perundingan Linggarjati banyak menimbulkan kesalahpahaman di antara Belnada dan Indonesia. setelah menandatangani perjanjian Linggarjati, Indonesia membuka kantor diplomatik dinegara lain. Usaha ini dimaksudkan untuk mencari dukungan dari luar negeri. Keadaan ini tidak dapat diterima oleh Belanda, sehingga hubungan luar negeri harus menyangkut dengan Belanda. Kesalahpahaman ini mengirimkan ultimatum kepada Indonesia untuk membentuk tentara keamanan bersama. Ultimatum ini ditolah oleh Indonesia sehingga Belanda melancarkan agresi militernya ke Indonesia.
Serangan militer dilancarkan Belanda ke Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Dari Jakarta dan Bandung dua divisi Belanda bergerak menduduki sebagian besar wilayah Jawa Barat. Dari Surabaya, dua brigade bergerak menguasai sebagian besar Jawa Timur dan Madura. Kesatuan wilayah perkebunan di Sumatera Timur menguasai instalasi minyak bumi dan batu bara di daerah Palembang. Ekkauatan personil keamanan Indonesia sangat tidak berdaya mengahadapi serangan ini, sehingga banyak wilayah Indonesia yang diterapkan dalam Perundingan Linggarjati jatuh ke tangan Belanda.[5]


2.5 Perjanjian Renville pada Masa Kabinet Amir Sjarifuddin
Perundingan yang diselenggarakan di atas kapal angkutan pasukan milik Angkatan Laut Amerika  serikat, USS Renville dibuka pada tanggal 8 Desember 1947 dibawah pimpinan Herremans, wakil Belgia di dalam KTN. Sementara perundingan komisi Teknis mengalami jalan buntu. Hal ini mengalami jalan buntu karena Belanda menolak saran KTN untuk melaksanakan keputusan Dewan Keamanan PBB. Pihak Belanda tidak mau merundingkan soal-soal politik selama masalah genjatan senjata belum selesai. Karena macetnya perundingan, pemerintahan Indonesia kemudian mengeluarkan keterangan mengenai sebab-sebab kemacetan tersebut. Dinyatakan bahwa Belanda hanya menyetujui hal-hal yang menguntungkan pihaknya. Kecepatan gerakan pasukan Belanda menunjukkan keinginan untuk menduduki daerah seluas mungkin dengan dalih melakukan operas pembersihan berdasarkan kedudukan mereka yang terdepan.
Untuk mengatasi kemacetan perundingan ini, KTN mengajukan usul baru supaya masing-masing pihak berunding terlebih dahulu dengan KTN. Kedua belah pihak setuju dan diadakan perundingan pendahuluan dengan KTN. Dari perundingan tersebut meneytujui bahwa perjanjian linggarjati dapat dijadikan dasar perundingan. Kemudian KTN mengajukan usul politik yang didasarkan atas persetujuan Linggarjati, yaitu :
a.         Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia
b.         Kerjasama Indonesia Belanda
c.         Suatu negara yang berdaulat atas dasar federasi
d.         Uni antara Indonesia Serikat dan bagian lain kerrajaan Nederland.
Akhirnya pada tanggal 17 Januari 1947 kedua belah pihak bertemu kembali diatas kapal Renville untuk menandatangani persetujuan genjatan senjata dan prinsip-prinsip politik yang telah disetujui bersama dengan disaksikan oleh KTN.[6]
Sementara perundingan berlangsung, pihak Belanda berusaha untuk membentuk negara boneka.  Konferensi Jawa Barat II diselenggarakan di Bandung pada tanggal 16-19 Desember 1947 untuk menentukan status Jawa Barat.[7]
Kesepakatan yang diambil dalam perundingan Renville adalah :
1.      Wilayah Indonesia meliputi Jawa Tengah dan ¾ Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.
2.      Kedua belah pihak akan menerima PBB sebagai penengah.
3.      Kedaulatan Indonesia masih dipegang oleh Belanda sebelum diserahkan kepada RIS.[8]


2.6 Jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin
Pada saat perundingan berlangsung diadakan reshuffle Kabinet amir sjarifuddin. Tujuan pemerintah adalah untuk memperkuat kabinetnya dalam rangka mengahadapi perundingan dengan Belanda. Walaupun kabinet Amir merupakan kabinet koalisi yang kuat, namun setelah kabinetAmir menerima hasil perjanjian Renville, partai-partai politik kembali menentangnya dan menarik kembali menteri-menterinya dari kabinet. Sebagai hasil sidang Dewan partai tanggal 18 Januari 1948, PNI menuntut supaya Kabinet Amir menyerahkan mandatnya kepada Presiden. PNI menolak Persetujuan Renville, karena persetujuan tersebut tidak menjamin dengan tegas akan kelanjutan dan kedudukan Republik. Kabinet Amir yang hanya didukung oleh sayap kiri tidak berhasil dipertahankan dan pada tanggal 23 Januari 1948 Amir Sjarifuddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden Soekrano.[9]
Didalam tubuh pemerintahan terjadi pertentangan internal terkait hasil Perundingan Renville yang ditanda tangani oleh Amir. Sebelum penandatangan terjadi, Sjahrir dan pengikutnya yang telah melebur didalam PS membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada 12 Februari di Yogyakarta. PNI dan Masyumi menilai Amir membawa pulang kekalahan yang sangat merugikan. Tidak bedanya dengan Sjahrir, Amir pun ditikam dari belakang oleh rekan-rekannya sendiri. PNI dan Masyumi menarik perwakilannya dari jajaran kabinet pemerintahan. Itu berarti Amir tidak lagi mendapat suara mayoritas dari Parlemen. Koalisi hancur, kabinet menjadi lumpuh dan Amir membubarkan kabinetnya pada 23 Januari 1948.



DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto,Evi. 2011. Modul Sejarah Program IPS. Sukoharjo : Willian Press

Djoened P.,Mawarti, et al. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta :   Depdikbud

Mulyana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai     Kemerekaan. Yogyakarta : LKiS Yogyakarta

Ricklefs. 1999. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University              Press




[1] Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1999), hlm. 318

[2] Slamet Mulyana, Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerekaan Jilid II (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2008), Hlm 110
[3] Slamet Mulyana, Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerekaan Jilid II (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2008), Hlm 112
[4] Slamet Mulyana, Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerekaan Jilid II (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2008), Hlm 113
[5] Ariyanto,Evi. Modul Sejarah Program IPS (Sukoharjo : Willian Press, 2011), hlm.23
[6] George mc Turnan. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia (Solo : UNS  Press, 1955), Hlm. 289
[7] Djoened P.,Mawarti, et al. Sejarah Nasional Indonesia VI (Jakarta : Depdikbud, 1993), Hlm.143
[8] Ariyanto,Evi. Modul Sejarah Program IPS (Sukoharjo : Willian Press, 2011), hlm. 24
[9] Djoened P.,Mawarti, et al. Sejarah Nasional Indonesia VI (Jakarta : Depdikbud, 1993), Hlm. 144

3 komentar:

  1. untuk program kerja kabinet Amir Syarifuddin, apa sebatas membalas nota dari Belanda?

    BalasHapus
  2. sangat berfaedah , terima kasih

    BalasHapus
  3. Harrah's Gulf Coast casino in New Orleans
    Harrah's Gulf Coast casino in New Orleans · air jordan 18 retro racer blue my site 1 - 1-800-GAMBLER.COM · 2-711-5678. jordan 18 white royal blue from me · 3 - 777 Harrah's Gulf Coast Hotel and Casino real air jordan 18 retro red · bestest air jordan 18 retro men red 4 where can i find air jordan 18 retro red suede - Harrah's Gulf Coast

    BalasHapus