BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang Masalah
Setelah Indonesia
merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia belum benar-benar menjadi negara
yang berdaulat. Karena negara Belanda belum mengakui Indonesia sebagai negara
yang merdeka. Selain itu juga sebagi negara yang baru merdeka, Indonesia perlu
menyiapkan lembaga-lembaga dalam pemerintahan.
Pada tahun 1945 sampai tahun 1950 merupakan jaman baru bagi negara
Indonesia yang disebut dengan jaman Revolusi Kemerdekaan.
Baik dari pihak Belanda
ataupun pihak revolusioner Indonesia, menganggap Revolusi Indonesia sebagai
suatu jaman dari kelanjutan pada masa lampau. Bagi Belanda tujuannya adalah
mengahancurkan sebuah negara yang dipimpin oleh orang-orang yang bekerjasama
dengan Jepang dan memulihkan rezim kolonial yang menurut keyakinan mereka telah
mereka bangun selama 350 tahun. Bagi para pemimpin revolusi Indonesia tujuannya
adalah melengkapi dan menyempurnakan proses penyatuan dan kebangkitan nasional
yang telah dimulai empat dasawarsa sebelumnya. Masing-masing pihak merasa yakin
bahwa takdir dan kebenaran berada dipihaknya. [1]
Langkah nyata
pemerintahan adalah dengan diangkatnya Sjahrir sebagai perdana menteri. Pada
tahun 1947 Kabinet Sjahrir mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno,
karena Kabinet Sjahrir gagal dalam perjanjian Linggarjati dan membuat wilayah
Indonesia menjadi RIS. Setelah jatuhnya kabinet Sjahrir, Presiden menunjuk Mr.
Amir Sjarifuddin untuk menyusun kabinet baru. Setelah Amir berhasil menyusun
kabinet baru, mulailah delegasi untuk menghadapi perundingan dengan Belanda.
Delegasi Republik dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin sendiri, dengan Ali
Sastroamidjojo sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari dr. Tjoa Siek Ien,
sutan Sjahrir, H.A Salim. Mr. Nasrun, dan dua anggota cadangan masing-masing
Ir. Djuanda dan Setiadjid, serta 32 0rang penasehat. Delegasi dari Belanda
dipimpin oleh R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo, dengaan Mr. H.A.L van Vredenburgh
sebagai wakil ketua.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
proses terbentuknya kabinet Amir Syarifuddin ?
2. Bagaimanakah
susunan dari Kabinet Amir Syarifuddin ?
3. Bagaimanakah
program kerja dari Kabinet Amir Syarifuddin ?
4. Bagaimanakah
masalah-masalah yang terjadi pada Kabinet Amir ?
5. Bagaimanakah
Perjanjian Renville pada Masa Kabinet Amir Sjarifuddin ?
6. Bagaimakah
proses jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
proses terbentuknya Kabinet Amir Syarifuddin.
2. Mengetahui
susunan dari Kabinet Amir Syarifuddin.
3. Mengetahui
program kerja dari Kabinet amir Syarifuddin.
4. Untuk
mengetahui masalah yang terjadi pada Kabinet Amir.
5. Untuk
mengetahui perjanjian renville yang terjadi pada masa kabinet Amir.
6. Mengetahui
proses jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pembentukan Kabinet Amir Sjarifuddin
Setelah terjadi
perpecahan di kubu Kabinet Syahrir, yaitu terjadi mosi tidak percaya dari
Masyumi yang merupakan akibat dari Perundingan Linggarjati. Di dalam Partai
Sosialis juga terjadi perpecahan, dimana Syahrir dikenal sebagai Partai
Sosialis Kanan dan Amir Sjarifuddin sebagai Partai Sosialis Kiri. Seperti kita
ketahui, Partai Sosialis Kiri kemudian bergabung dengan Partai Komunis
Indonesia dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR).[2]
Pada pukul 03.15,
Presiden Soekarno menerima secara resmi penyerahan mandate kabinet Syahrir dan
sejak saat itu kekuasaan sepenuhnya terdapat ditangan Presiden. Pada malam itu
datang kawat dari pihak Belanda yang mengaharapkan jawaban pemerintah Indonesia
paling lambat tanggal 27 Juni 1947. Demikianlah pada malam itu dibentuk komisi
untuk membantu presiden dalam menyusun jawaban atas nota pemerintah Belanda.
Panitia dibantu oleh Amir Sjarifuddin (Partai Sosialis), Sujono Hadinoto (PNI),
Harsono Cokroaminoto (Masyumi), Tambunan (Parkindo) dan Kasimo (PKRI).
Presiden Soekarno pada
tanggal 30 Juni telah menunjuk Amir Syarifuddin, Sukiman, A.K Gani dan
setiadjit sebagai formatur untuk membentuk kabinet koalisi, tetapi gagal
membentuk kabinet nasional. Dalam tempo 14 jam, kabinet nasional terbentuk.
Pada tanggal 3 Juli, kabinet baru dibawah pimpinan Amir Syarifuddin dilantik.
Dan kabinet ini bertugas untuk menjawab nota dari Belanda.[3]
2.2
Susunan Kabinet Amir Sjarifuddin
Soekarno menunjuk Amir
untuk membuktikan kepiawannya mengusung kabinet dan menjalankan
pemerintahannya. Presiden menuntut Perdana Menteri yang baru untuk membentuk
kabinet koalisi antara PS, PNI, Masyumi, dan PBI. Akan tetapi usaha ini gagal.
Amir kemudian membentuk kabinet sesuai kemampuan, susunannya sebagai berikut :
1.
Menteri Agama : K. Achmad Asj’ari
2.
Menteri Dalam Negeri : Wondoamisono
3.
Menteri Kehakiman : Susanto Tirtoprodjo
4.
Menteri Kemakmuran : A.K. Gani
5.
Menteri Kesehatan : J. Leimena
6.
Menteri Keuangan : A.A.
Maramis
7.
Menteri Luar Negeri : Agus Salim
8.
Menteri Muda Dalam Negeri :
Abdul Madjid Djojohadiningrat
9.
Menteri Muda Kemakmuran I : I.J. Kasimo
10.
Menteri Muda Kemakmuran II: Adji Darmo Tjokronegoro
11.
Menteri Muda Kesehatan :
Satrio
12.
Menteri Muda Keuangan : Ong Eng Die
13.
Menteri Muda Luar Negeri :
Tamsil
14.
Menteri Muda Pekerjaan Umum: Laoh
15.
Menteri Muda Penerangan : Sjahbudin Latif
16.
Menteri Muda Perburuhan : Wilopo
17.
Menteri Muda Pertahanan : Arudji Kartawinata
18.
Menteri Muda Sosial : Sukoso Wirjosaputro
19.
Menteri Negara : Sri Sultan Hamengkubuwono IX
20.
Menteri Negara : Suja’as
21.
Menteri Negara : Wikana
22.
Menteri Negara : Hindromartono
23.
Menteri Negara : Siauw Giok Tjhan
24.
Menteri Negara : Maruto Darusman
25.
Menteri Pekerjaan Umum : Moch. Enoch
26.
Menteri Penerangan : Setiadi Reksoprodjo
27.
Menteri Pengajaran : Ali Sastroamidjojo
28.
Menteri Perburuhan : S.K. Trimurti
29.
Menteri Perhubungan : Djuanda Kartawidjaja
30.
Menteri Pertahanan : Amir Sjarifuddin
31.
Menteri Sosial : Suprodjo
Pada dasarnya, Amir
masih mengandalkan Partai Sosialis sebagai penyokongnya, ditambah dari PNI dan
Masyumi. Untuk pertama kalinya pula seorang Katolik, pemimpin Parkindo (Partai
Katolik Indonesia) I. J. Kasimo dan seorang komunis Maruto Darusman, menduduki
kursi dalam kabinet pemerintahan. Amir pun masih mengunci jabatan Menteri
Pertahanan.
2.3
Program Kerja Kabinet Amir Sjarifuddin
1.
Menjawab Nota Dari Belanda
Nota Belanda pada
tanggal 29 Juni yang dikirim oleh Van Mook belum mendapat jawaban dari
Presiden. Nota inilah yang harus dijawab oleh Kabinet Amir. Nota balasan
akhirnya dikirim oleh Kabinet amir pada tanggal 8 Juli. Isinya yang perlu
mendapat perhatian adalah Pemerintah Republik ingin perhubungan luar negeri
Republik Indonesia yang telah ada diberi tempat yang sesuai dalam rencana yang
dimasudkan. Berkenaan dengan soal keamanan dan ketertiban dalam negeri,
pemerintah tetap berpendirian seperti yang telah tertera dalam nota presiden.
Pertemuan antara
Perdana Menteri Amir Syarifuddin dengan Jenderal Van Mook berlangsung pada
tanggal 14 dan 15 juli 1947.[4]
Perundingan menemui jalan buntu. Indonesia tetap mempertahankan kesatuan
bersama. Indonesia tidak mau kalah dengan pihak Indonesia dan menginginkan
perhentian permusuhan. Keinginan tersebut disambut baik oleh kedua belah pihak
dan keduanya mengumumkan perhentian permusuhan. Tetapi pihak Belanda ingkar dan
yang harus menghentikan permusuhan hanya dari pihak Indonesia.
Aksi perhentian
permusuhan ini gagal setelah Perdana Menteri Belanda Dr. Louis memberikan kuasa
penuh kepada Van Mook untuk melakukan aksi militer karena Indonesia tidak
memenuhi Persetujuan Linggarjati dan menolak usul Belanda. Akibat ucapan dari
Dr. Louis, di Indonesia terjadi penangkapan besar-besaran tokoh-tokoh di
Indonesia. dengan demikian Kabinet Amir Syarifuddin gagal dalam membalas nota
dari Jenderal Van Mook.
2.4
Masalah Yang Dihadapi Pada masa kabinet Amir Sjarifuddin
Dalam menjalankan
pemerintahannya, Kabinet Amir mengalami beberapa masalah misalnya :
1. Gagalnya
perjanjian Renville
Perundingan resmi
digelar di atas kapal angkut Amerika Serikat bernama Renville yang berlabuh di
lepas pantai Jakarta pada 8 Desember. Seperti yang dilakukan Sjahrir semasa
menjabat pimpinan pemerintahan, Amir mengetuai delegasi perundingan dari pihak
Indonesia. Adapun pihak Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL bernama Abdulkadir
Wijoyoatmojo. Pihak Belanda berusaha agar garis pertahanan yang telah berhasil
direbut pada Agresi Militernya dipertahankan. Sedangkan RI meminta agar tentara
Belanda menarik diri ke kedudukan semula sesuai perundingan Linggarjati. Agenda
lainnya adalah ketika persoalan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Belanda
mengusulkan agar bahwa RI adalah salah satu negara bagian disamping Negara
Sumatera, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan dan lain-lain. Padahal, hasil
salah satu perundingan Linggarjati adalah bahwa RIS adalah pemerintahan
sementara (interim government) yang dibawahi oleh RI dan Belanda.
Saat perundingan
berjalan, Belanda seakan mengancam secara halus apabila konsesi-konsesi yang
ditawarkan tidak diindahkan, maka mesiu yang selanjutnya bicara. Amerika
Serikat pun tidak akan mendukung Indonesia apabila menolak penawaran Belanda.
Amir berdiri terjepit. Pada akhirnya pada 17-19 Januari 1948, Perundingan
Renville selesai dan kesepakatan disetujui.
Dengan disetujui perjanjian
Renville membuat kerugian di pihak Indonesia dan hal inilah yang menjadi
penyebab jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin.
2. Agresi
Militer Belanda 1
Pasal-pasal yang ada
dalam perundingan Linggarjati banyak menimbulkan kesalahpahaman di antara
Belnada dan Indonesia. setelah menandatangani perjanjian Linggarjati, Indonesia
membuka kantor diplomatik dinegara lain. Usaha ini dimaksudkan untuk mencari
dukungan dari luar negeri. Keadaan ini tidak dapat diterima oleh Belanda,
sehingga hubungan luar negeri harus menyangkut dengan Belanda. Kesalahpahaman
ini mengirimkan ultimatum kepada Indonesia untuk membentuk tentara keamanan
bersama. Ultimatum ini ditolah oleh Indonesia sehingga Belanda melancarkan
agresi militernya ke Indonesia.
Serangan militer
dilancarkan Belanda ke Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Dari Jakarta dan
Bandung dua divisi Belanda bergerak menduduki sebagian besar wilayah Jawa
Barat. Dari Surabaya, dua brigade bergerak menguasai sebagian besar Jawa Timur
dan Madura. Kesatuan wilayah perkebunan di Sumatera Timur menguasai instalasi
minyak bumi dan batu bara di daerah Palembang. Ekkauatan personil keamanan
Indonesia sangat tidak berdaya mengahadapi serangan ini, sehingga banyak
wilayah Indonesia yang diterapkan dalam Perundingan Linggarjati jatuh ke tangan
Belanda.[5]
2.5
Perjanjian Renville pada Masa Kabinet Amir Sjarifuddin
Perundingan yang
diselenggarakan di atas kapal angkutan pasukan milik Angkatan Laut Amerika serikat, USS Renville dibuka pada tanggal 8
Desember 1947 dibawah pimpinan Herremans, wakil Belgia di dalam KTN. Sementara
perundingan komisi Teknis mengalami jalan buntu. Hal ini mengalami jalan buntu
karena Belanda menolak saran KTN untuk melaksanakan keputusan Dewan Keamanan
PBB. Pihak Belanda tidak mau merundingkan soal-soal politik selama masalah
genjatan senjata belum selesai. Karena macetnya perundingan, pemerintahan
Indonesia kemudian mengeluarkan keterangan mengenai sebab-sebab kemacetan
tersebut. Dinyatakan bahwa Belanda hanya menyetujui hal-hal yang menguntungkan
pihaknya. Kecepatan gerakan pasukan Belanda menunjukkan keinginan untuk
menduduki daerah seluas mungkin dengan dalih melakukan operas pembersihan
berdasarkan kedudukan mereka yang terdepan.
Untuk mengatasi
kemacetan perundingan ini, KTN mengajukan usul baru supaya masing-masing pihak
berunding terlebih dahulu dengan KTN. Kedua belah pihak setuju dan diadakan
perundingan pendahuluan dengan KTN. Dari perundingan tersebut meneytujui bahwa
perjanjian linggarjati dapat dijadikan dasar perundingan. Kemudian KTN
mengajukan usul politik yang didasarkan atas persetujuan Linggarjati, yaitu :
a. Kemerdekaan
bagi bangsa Indonesia
b. Kerjasama
Indonesia Belanda
c. Suatu
negara yang berdaulat atas dasar federasi
d. Uni
antara Indonesia Serikat dan bagian lain kerrajaan Nederland.
Akhirnya pada tanggal
17 Januari 1947 kedua belah pihak bertemu kembali diatas kapal Renville untuk
menandatangani persetujuan genjatan senjata dan prinsip-prinsip politik yang
telah disetujui bersama dengan disaksikan oleh KTN.[6]
Sementara perundingan
berlangsung, pihak Belanda berusaha untuk membentuk negara boneka. Konferensi Jawa Barat II diselenggarakan di
Bandung pada tanggal 16-19 Desember 1947 untuk menentukan status Jawa Barat.[7]
Kesepakatan yang
diambil dalam perundingan Renville adalah :
1. Wilayah
Indonesia meliputi Jawa Tengah dan ¾ Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.
2. Kedua
belah pihak akan menerima PBB sebagai penengah.
3. Kedaulatan
Indonesia masih dipegang oleh Belanda sebelum diserahkan kepada RIS.[8]
2.6
Jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin
Pada saat perundingan
berlangsung diadakan reshuffle Kabinet amir sjarifuddin. Tujuan pemerintah
adalah untuk memperkuat kabinetnya dalam rangka mengahadapi perundingan dengan
Belanda. Walaupun kabinet Amir merupakan kabinet koalisi yang kuat, namun
setelah kabinetAmir menerima hasil perjanjian Renville, partai-partai politik
kembali menentangnya dan menarik kembali menteri-menterinya dari kabinet.
Sebagai hasil sidang Dewan partai tanggal 18 Januari 1948, PNI menuntut supaya
Kabinet Amir menyerahkan mandatnya kepada Presiden. PNI menolak Persetujuan
Renville, karena persetujuan tersebut tidak menjamin dengan tegas akan
kelanjutan dan kedudukan Republik. Kabinet Amir yang hanya didukung oleh sayap
kiri tidak berhasil dipertahankan dan pada tanggal 23 Januari 1948 Amir
Sjarifuddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden Soekrano.[9]
Didalam tubuh
pemerintahan terjadi pertentangan internal terkait hasil Perundingan Renville
yang ditanda tangani oleh Amir. Sebelum penandatangan terjadi, Sjahrir dan
pengikutnya yang telah melebur didalam PS membentuk Partai Sosialis Indonesia
(PSI) pada 12 Februari di Yogyakarta. PNI dan Masyumi menilai Amir membawa
pulang kekalahan yang sangat merugikan. Tidak bedanya dengan Sjahrir, Amir pun
ditikam dari belakang oleh rekan-rekannya sendiri. PNI dan Masyumi menarik
perwakilannya dari jajaran kabinet pemerintahan. Itu berarti Amir tidak lagi
mendapat suara mayoritas dari Parlemen. Koalisi hancur, kabinet menjadi lumpuh
dan Amir membubarkan kabinetnya pada 23 Januari 1948.
DAFTAR
PUSTAKA
Ariyanto,Evi. 2011. Modul Sejarah Program IPS. Sukoharjo : Willian Press
Mulyana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerekaan. Yogyakarta : LKiS Yogyakarta
Ricklefs. 1999. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
[1] Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern (Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press, 1999), hlm. 318
[2] Slamet Mulyana, Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai
Kemerekaan Jilid II (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2008), Hlm 110
[3] Slamet Mulyana, Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai
Kemerekaan Jilid II (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2008), Hlm 112
[4] Slamet Mulyana, Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai
Kemerekaan Jilid II (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2008), Hlm 113
[5] Ariyanto,Evi. Modul Sejarah Program IPS (Sukoharjo :
Willian Press, 2011), hlm.23
[6] George mc Turnan. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia (Solo
: UNS Press, 1955), Hlm. 289
[8] Ariyanto,Evi. Modul Sejarah Program IPS (Sukoharjo :
Willian Press, 2011), hlm. 24
untuk program kerja kabinet Amir Syarifuddin, apa sebatas membalas nota dari Belanda?
BalasHapussangat berfaedah , terima kasih
BalasHapusHarrah's Gulf Coast casino in New Orleans
BalasHapusHarrah's Gulf Coast casino in New Orleans · air jordan 18 retro racer blue my site 1 - 1-800-GAMBLER.COM · 2-711-5678. jordan 18 white royal blue from me · 3 - 777 Harrah's Gulf Coast Hotel and Casino real air jordan 18 retro red · bestest air jordan 18 retro men red 4 where can i find air jordan 18 retro red suede - Harrah's Gulf Coast