Senin, 03 November 2014

PENGARUH KEBUDAYAAN JAWA DAN HINDU TERHADAP ISLAM DI INDONESIA

LOGO UNNES
 








                                                  SEJARAH INDONESIA BARU 1                          
TOPIK PENGARUH KEBUDAYAAN JAWA DAN HINDU TERHADAP
ISLAM DI INDONESIA
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah Indonesia baru 1
Dosen pengampu bapak Jayusman dan ibu Diah




Disusun oleh :
1.      LAILATUL FATKHIYYAH                                    (3101412104)
2.      AFTIAN MUTIARA A.P                              (3101412137)
3.      MUHAMMAD CONDRO ASMORO          (3101412120)






ROMBEL 3
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami. Teriring pula salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya, dengan topik “Pengaruh Kebudayaan Jawa dan Hindu Terhadap Kebudayaan Islam di Indonesia”.
Kami menyusun makalah ini berdasarkan fakta yang kami dapat berbagai sumber-sumber dan literature-literatur yang insya Allah dijamin kebenarannya. Kami berterima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu untuk terselesainya makalah ini.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang.
           
                                                                                                Semarang, 17 April 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Sebagai seorang guru hendaknya kita perlu tau tentang bagaimana budaya Islam masuk ke Indonesia. Islam masuk ke Indonesia sudah tentu dengan jalan damai. Ada beberapa cara yaitu melalui jalur perdagangan, perkawinan, tasawuf, pondok pesantren, dan seni budaya. Diantara kelima cara Islam masuk ke Indonesia, yang menarik disini yaitu masuknya Islam melalui jalur seni budaya. Tentu saja Islam masuk ke Indonesia tidak mengambil begitu saja kebudayaan yang sudah berkembang di Indonesia. Islam masuk ke Indonesia melalui pengadobsian budaya-budaya yang sudah ada di Indonesia, budaya-budaya tersebut yaitu kebudayaan Hindu dan Budha dan kebudayaan dari Jawa. Islam menyebarkan pengaruhnya ke Indonesia tidak langsung menggunakan budaya-budaya dari arab, tetapi Islam masuk ke Indonesia yang penyebarannya dilakukan dengan jalan akulturasi budaya. Akulturasi budaya ini yaitu antara budaya yang sedang berlangsung pada saat itu, yaitu budaya Hindu Budha dan kebudayaaan Jawa.
Islam menyebarkan agama dengan jalan akulturasi budaya, sehingga Islam bisa diterima baik oleh masyarakat di Indonesia. Islam disini mengajarkan suatu peradaban baru bagi bangsa Indonesia, yang sebelumnya bangsa Indonesia telah memeluk agama Hindu dan Budha. Dengan akulturasi kebudayaan ini, diharapkan oleh para penyebar agana islam bahwa Islam bisa menyatu dengan masyarakat setempat. Sehingga disini menariklah kalau kita akan membahas tentang pengaruh kebudayaan Hindu dan Jawa terhadap kebudayaan Islam di Indonesia.
  

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat timbul suatu permasalahan antara lain:
1.      Bagaimana agama dan kebudayaan Islam?
2.      Bagaimanakah bentuk-bentuk akulturasi antara kebuadaayan Hindu dan Jawa terhadap kebudayaan Islam?

C.     TUJUAN
1.      Mempelajari agama dan kebudayaan Islam yang masuk ke Indonesia.
2.      Mengetahui dan memahami berbagai bentuk akulturasi yang ditimbulkan oleh pengaruh-pengaruh kebudayaan Hindu Budha dan kebudayaan islam bagi kelngsungan agama Islam di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Situasi Serta Kondisi Sosial Budaya Masa kedatangan Islam
Di Indonesia pada masa kedatangan dan penyebaran Islam terdapat aneka ragam kebudayaan, suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal dipedalaman kebanyakan belum mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, misalnya saja dari India, Persia, Arab dan Eropa. Sedangkan penduduk Indonesia yang tinggal dipesisir menunjukkan cirri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal dipedalaman. Selama berabad abad bangsa Indonesia mendapat pengaruh dari India, terutama kerajaaan kerajaan besar yang menrima pengaruh Hindu dan Budha, tetapi pengaruh tersebut hanya diterima oleh sebagian masyarakat saja dan penghalus semata-mata. Oleh jarena itulah sudut kebudayaan, istilah Indonesia-Hindu mungkin lebih tepat untuk menyebut masyarakat kerajaan-kerajaan yang mendapat pengaruh dari India.
            Semenjak kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia mengalami kekacauan, banyak pedagang-pedagang muslim yang sudah ramai mengunjungi Nusantara, diantara mereka mungkin juga terdapat para mubalig. Mereka juga berdiam dalam perkampungan-perkampungan. Tentu saja di antara mereka juga terdapat orang kaya dan orang muslim tersebut menerima dan juga memakai bahasa penduduk setempat. Mereka juga menerima adat kebudayaan setempat, melakukan perkawinan dengan wanita-wanita setempat yang mereka Islam-kan.[1]
            Untuk kepentingan pribadi, mereka mencari budak-budak dan budak-budak tersebut menjadi muslim. Dengan cara ini maka tiap keluarga muslim menjadi inti masyarakat muslim dan pusat kegiatan peng-Islam-an. Dengan cara perkawinan, membuat islam memasuki lapisan masyarakat bangsawan, karena para pedagang muslim dapat menun jukkan sifat dan tingkah laku yang baik dan pengetahuan keagamaan yang tinggi. Tidak hanya itu saja, agama Islam dipandang oleh masyarakat Nusantara lebih baik, karena dalam Islam tidak mengenal sistem kasta seperti dalam agama Hindu. Jelaslah bahwa proses Islamisasi di Indonesia dipermudah karena adanya dua pihak yaitu orang-orang muslim yang dating dan mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya.
B.     SALURAN ISLAMISASI
Sudah kita bahas diatas bahwa saluran Islamisasi di Indonesia melalui lima jalan yaitu perdagangan, pernikahan, tasawuf, pondok pesantren dan seni budaya. Hal yang menarik disni yaitu lewat jalur seni budaya. Islam datang ke Nusantara sebagai suatu agama atau religi dan juga membawa suatu peradaban atau kebudayaan yang baru. Sebelum kedatangan Islam, di Nusantara telah berkembang peradaban Hindhu-Buddha yang berasal dari India. Peradaban Hindhu-Buddha itupun sebenarnya bukan merupakan peradaban yang murni dari India, tetapi merupakan akulturasi dengan peradaban lokal (asli), yang mendapat pengaruh dari Kebudayaan Dongson dan Kebudayaan Han dari Cina.
Persebaran Kebudayaan Hindhu-Buddha di Indonesia tidak merata dan derajat pengaruhnya pun sangat beragam. Terdapat daerah-daerah yang pengaruh Hindhunya sangat kuat seperti Jawa dan Bali. Namun, ada pula yang seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dengan derajat Hindhuismenya yang agak kurang . Terdapat daerah-daerah yang sama sekali tidak mendapat pengaruh Hindhuisme seperti: Papua dan Sulawesi Utara.
Kedatangan pengaruh kebudayaan Islam tidak serta merta menghapuskan kebudayaan Hindhu-Buddha di Indonesia yang telah ada sebelumnya. Karena kedua  kebudayaan terserbut, memiliki derajad yang kurang lebih sama. Maka terjadilah proses perpaduan atau akulturasi budaya. Menurut C. Kluckhohn  ada 7 unsur kebudayaan universal, antara lain: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi serta kesenian.
Dalam pembahasan akulturasi kebudayaan di Indonesia terdapat tiga kebudayaan, yaitu: kebudayaan lokal, kebudayaan Hindhu-Buddha dan kebudayaan Islam. Dalam membicarakan akulturasi budaya ini, digunakan konsep Local Genius dari Quaritch Wales. Local Genius diartikan sebagai sejumlah unsur ciri-ciri budaya khas, yang dimiliki oleh segenap masyarakat secara bersama, sebagai hasil pengalaman masa lalu atau sejarahnya.
Sebenarnya hampir bersamaan dengan perkembangan Islam itu, mulai berkembang pula peradaban Barat yang bercorak Nasrani. Akan tetapi, pengaruhnya masih terbatas pada daerah-daerah tertentu seperti di Maluku dan di beberapa tempat lainnya seperti Batavia di Jawa. Lagi pula Kebudayaan Barat tersebut kurang berpengaruh pada kebudayaan setempat, karena peninggalan-peninggalannya, misalnya berupa benteng, gereja ataupun bangunan–bangunan lainnya, pada hakekatnya hanyalah Kebudayaan asli Barat yang dikembangkan di Indonesia.  Oleh karena itu, masa awal Islamisasi ini Kebudayaan Barat tidak dibicarakan.
akulturasi budaya (Kontjaraningrat) merupakan proses sosial yang timbul apabila suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Proses akulturasi yang paling Nampak saat masuknya Islam di Nusantara misalnya seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, seni musik, dan seni sastra.[2]

1)      SENI BANGUNAN DAN SENI UKIR
Hasil-hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhan Islam di Indonesia antara lain masjid-masjid kuno di Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, masjid Baiturrahman di Aceh, dan sebagainya. Di Indonesia masjid-masjid kuno menunjukkan keistimewaan dalam denahnya yang berbentuk persegi empat atau bujur sangkar dengan bagian kaki yang lebih tinggi serta pejal, atapnya bertumpang dua, tiga, lima, atau lebih, dikelilingi parit atau kolam ikan pada bagian depan atau sampingnya dan berserambi. Bagian lain seperti mihrab dengan lengkung pola kalamakara, mimbar yang mengingatkan ukir-ukiran teratai, mastaka atau memolo, jelas menunjukkan pola-pola seni bangunan tradisional yang telah dikenal di Indonesia sebelum kedatangan Islam.
Bebrapa masjid kuno mengingatkan kita kepada seni bangunan candi, menyerupai bangunan meru pada zaman Hindu. Ukir-ukiran seperti mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara, mihrab, bentuk beberapa mastaka atau memolo menunjukkan hubungan erat dengan perlambangan meru, kekayon, gunungan atau gunung tempat kedewaan yang dikenal dalam cerita-cerita keagamaan Hindu. Beberapa ukiran pada masjid kuno seperti di Mantingan, Sendang Duwur, menunjukkan pola yang diambil dari dunia tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diberi corak tertentu dan mengingatkan kepada pola-pola ukiran yang telah dikenal pada candi Prambanan dan beberapa candi lainnya.
Kecuali pada pintu gerbang, baik di keratin-keraton maupun di makam orang-orang yang dianggap keramat yang berbentu candi-bentar, kori Agung, jelas menunjukkan corak pintu gerbang yang dikenal sebelum Islam. Sama seperti halnya dengan nisan-nisan kubur di daerah Tralaya, Tuban, Madura, Demak, Kudus, Cirebon, Banten, menunjukkan nunsur-unsur seni ukir dan perlambangan pra Islam. Di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera terdapat beberapa nisan kubur yang lebih menunjukkan unsur Seni Indonesia pra Hindu dan pra Islam.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Islamisasi dilakukan melalui seni bangunan dan seni ukir. Berdasarkan berbagai penin ggalan seni bangunan dan seni ukir dari masa-masa tersebut jelaslah bagi kita, bahwa proses Islamisasi dilakukan secara damai. Kecuali itu, dilihat dari segi ilmu jiwa dan taktik, penerusan tradisi seni bangunan dan seni ukir pra Islam merupakan alat Islamisasi yang sangat bijaksana yang mudah menarik orang-orang bukan Islam untuk dengan lambat-laun memeluk Islam sebagai pedoman hidup barunya.

2)      SENI TARI
Saluran dan cara Islamisasi melalui seni bangunan dan seni ukir sesuai pula dengan saluran dan cara melalui seni tari, music, sastra dan sebagainya. Dalam upacara-upacar keagamaan, misalnya Maulud Nabi, sering dipertunjukkan seni tari atau music tradisional, seperti gamelan yang dibuat sekaten yang terdapat dikeraton Cirebon dan Yogyakarta, dibunyikan pada perayaan grebeg Maulud. Berdasarkan babad dan hikayat, di keraton-keraton lama terdapat gamelan, tarian seperti dedewan debus, birahi, bebeksan yang diselenggarakan pada upacara tertentu. Bahkan diantara seni yang terkenal dijadikan alat Islamisasi adalah pertunjukkan wayang. Menurut cerita, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Sunan kalijaga tidak pernah meminta upah pertunjukkan, tetapi dia meminta agar para penonton mengikuti mengucapkan Kalimat Syahadat. Sebagian cerita wayang masih dipetik dari Mahabharata dan Ramayana, tetapi sedikit demi sedikit nama tokoh-tokohnya adalah pahlawan Islam.
Nama panah Kalimasada, suatu senjata paling ampuh dalam lakon wayang dihubungkan dengan Kalimat Syahadat, ucapan yang berisi pengakuan terhadap Allah dan Nabi Muhammad. Kalimat Syahadat merupakan tiang pertama dari lima rukun Islam.

3)      SENI SASTRA
Islamisasi melalui seni sastra juga dilakukan secara sedikit demi sedikit seperti terbukti dalam naskah-naskah lama masa peralihan kepercayaan yang ditulis dalam bahasa dan huruf daerah, contohnya saja primbon-primbon abad ke-16 yang antara lain dibuat oleh Sunan Bonang.
Babad dan hikaya-hikayat juga ditulis dalam bahasa daerah, dengan menggunakan huruf daerah dan Arab. Beberapa kitab Tasawuf diterjemahkan kedalam bahasa Melayu dan beberapa disusun dalam bentuk syair Melayu. Hal ini merupakan salah satu usaha agar ajaran tersebut dapat dimengerti oleh orang-orang Indonesia yang tidak mengenal bahasa Arab dan Persia.. mungkin tersebarnya bahasa Melayu sebagai lingua franca pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam juga melalui perdagangan. Misalnya di Maluku kita mengenal Hikayat Hitu yang ditulis dalam bahasa Melayu, demikian juga dengan Hikayat Banjar dan Hikayat Kutai.

Agama Islam juga membawa beberapa perubahan sosial dan budaya, memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian anatar adat dan syriah di berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun terkadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Adat Makuta Alam adalah hasil percampuran adat Aceh dengan daerah syariah Islam. Beberapa kitab hokum di Jawa, seperti undang-undang Matara, Pepakem Cerbon, juga mengandung unsur-unsur pokok pra Islam dengan Islam.
           

KEBUDAYAAN DAERAH BALI

unnes

KEBUDAYAAN DAERAH DI BALI
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Kebudayaan
Dosen pengampu :Bapak Syaiful Amin




disusun oleh :
Lailatul Fatkhiyyah              (3101412104)
Karina Dwika Briliyana       (3101412128)
Slamet Suryo Nugroho         (3101412130)
Permata Ajeng Pangestika  (3101412145)



JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta yang dihasilkan manusia dalam kehidupan masyarakat, yang dijadikan miliknya dengan cara belajar.
Dengan pengertian itu, Koentjaraningrat menyatakan bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan. Tindakan manusia hampir seluruhnya merupakan hasil kgiatan belajar. Tindakan manusia yang tidak dilakukan melalui belajar jumlahnya sangat terbatas. Berbagai tindakan yang bersifat naluri seperti makan, minum, dan berjalan juga telah di pengaruhi oleh manusia menjadi tindakan kebudayaan.
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa suatu kebudayaan mempunyai tiga wujud yaitu wujud ide, wujud aktivitas, dan wujud benda atau artefak.
2.2. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana awal mula adanya daerah Bali?
2.      Bagaimana wujud kebudayaan daerah Bali?
3.      Mengetahui hubungan kebudayaan daerah Bali dengan 7 unsur kebudayaan universal?
2.3. Tujuan Makalah
1.      Mengetahui awal mula adanya daerah Bali.
2.      Mengetahui wujud kebudayaan daerah Bali.
3.      Mengetahui hubungan kebudayaan daerah Bali dengan 7 unsur kebudayaan universal.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Awal Mula daerah Bali
Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.
Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibu kota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Bahasa Sanskerta dari India pada 100 SM.
Suku bangsa Bali merupakan suatu kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaannya, sedangkan kesadaran itu diperkuat oleh adanya bahasa yang sama. Walaupun ada kesadaran yang demikian, namun kebudayaan Bali mewujudkan banyak variasi dan perbedaan setempat. Di samping itu agama Hindu yang telah lama terintegrasi ke dalam kebudayaan Bali, hal ini merupakan unsur yang memperkuat adanya kesadaran akan kesatuan.
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (12931500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Perbedaan pengaruh dari kebudayaan Jawa-Hindu di berbagai daerah di Bali dalam jaman Majapahit menyebabkan adanya dua bentuk masyarakat di Bali, yaitu masyarakat Bali-Aga dan Bali-Majapahit. Masyarakat Bali-Aga kurang mendapat pengaruh dari Kebudayaan Jawa-Hindu dari Majapahit dan mempunyai struktur sendiri. Orang Bali-Aga pada umumnya mendiami desa-desa di daerah pegunungan. Sedangkan orang Bali-Majapahit pada umumnya tinggal di daerah-daerah dataran yang merupakan bagian yang paling besar dari penduduk pulau Bali. Kecuali di pulau Bali, ada juga orang Bali di bagian barat dari pulau Lombok, sedangkan usaha transmigrasi oleh pemerintah telah menyebarkan mereka ke daerah-daerah lain, seperti Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi dan Nusa Tenggara.[1]
2.2. Wujud Kebudayaan daerah Bali
1.      Tari dan Musik Bali
a.       Gagasan
Tari Bali tidak selalu bergantung pada alur cerita. Tujuan utama penari Bali adalah untuk menarikan tiap tahap gerakan dan rangkaian dengan ekspresi penuh. Kecantikan tari Bali tampak pada gerakan-gerakan yang abstrak dan indah. Tari-tari Bali yang paling dikenal antara lain pendet, gabor, baris, sanghyang dan legong.
Tari Bali sebagian besar bermakna religius. Sejak tahun 1950-an, dengan perkembangan pariwisata yang pesat, beberapa tarian telah ditampilkan pada kegiatan-kegiatan di luar keagamaan dengan beberapa modifikasi.
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan gong gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan. Ada pula musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.
Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling memengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.
b.      Aktivitas
Tari Bali dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, wali (sakral) atau bebali (upacara) dan balih-balihan (hiburan). Tari wali dan bebali dapat ditarikan di tempat dan waktu tertentu.[1] Tari wali dipentaskan di halaman bagian dalam pura dan tari bebali di halaman tengah (jaba tengah). Sebaliknya tari balih-balihan ditarikan di halaman luar pura (jaba sisi) dalam acara yang bersifat hiburan.
Tarian wali
Tarian bebali
Tarian balih-balihan
c.       Artefak
    
Tari Pendet                                          Tari Kecak
 Gamelan Bali

2.      Pakaian Daerah Bali
a.       Gagasan
Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.
b.      Aktifitas
Sebagai pakaian ketika upacara keagamaan, hari besar, dan pernikahan.
c.       Artefak
 Baju Adat Bali
3.      Rumah Adat Bali
a.       Gagasan
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China) Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
b.      Aktivitas
Sebagai rumah sehari-hari dan kegiatan beribadah sehari-hari.
c.       Artefak

2.3. Hubungan Kebudayaan Daerah Bali dengan 7 Unsur Kebudayaan Universal
1. Bahasa
Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar. Yang halus dipergunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya.
 Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas Banyuwangi, juga menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti “tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta jiwa.
Melayu
Bali
Jawa
kau (kasar)
cai untuk laki-laki/nyai untuk wanita (kasar)
Kowe
Sungai
tukad
sungay (Jawa Kuna)
kali,lepen
Yang
sane
Ingkang, sing
dukun, tabib
balian
Dhukun
2. Sistem Teknologi
Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris.
3. Sistem Mata Penceharian dan Sistem Ekonomi
Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, pada dataran yang curah hujannya yang cukup baik, pertenakan terutama sapi dan babi sebagai usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan darat maupun laut yang merupakan mata pecaharian sambilan, kerajinan meliputi kerajinan pembuatan benda anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha dalam bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan pada penduduk. Karena banyak wisatawan yang mengunjungi bali maka timbullah usaha perhotelan, travel, toko kerajinan tangan.
 4. Sistem Organisasi Masyarakat
a).Perkawinan
Penarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali adalah mengarah pada patrilineal. System kasta sangat mempengaruhi proses berlangsungnya suatu perkawinan, karena seorang wanita yang kastanya lebih tinggi kawin dengan pria yang kastanya lebih rendah tidak dibenarkan karena terjadi suatu penyimpangan, yaitu akan membuat malu keluarga dan menjatuhkan gengsiseluruhkastadarianakwanita.
Di beberapa daerah Bali ( tidak semua daerah ), berlaku pula adat penyerahan mas kawin ( petuku luh), tetapi sekarang ini terutama diantara keluarga orang-orang terpelajar, sudah menghilang.
b).Kekerabatan
Adat menetap diBali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat. Ada macam 2 adat menetap yang sering berlaku diBali yaitu adat virilokal adalah adat yang membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami,dan adat neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu : kelompok-klompok khusus seperti arya KepakisandanJabayaitusebagapemimpinkeagamaan.
c).Kemasyarakatan
Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian yaitu : desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan wilayah dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah kesatuan admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.

5. Sistem Pengetahuan
Banjar atau bisa disebut sebagai desa adalah suatu bentuk kesatuan-kesatuan social yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan social tersebut diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara keagamaan. Banjar dikepalahi oleh klian banjar yang bertugas sebagai menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dan keagamaan,tetapi sering kali juga harus memecahkan soal-soal yang mencakup hukum adat tanah, dan hal-hal yang sifatnya administrasi pemerintahan.
6. Religi
Agama yang dianut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin.orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari India.
Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu diadakan upacara Ngaben yang dianggap sanggat penting untuk membebaskan arwah orang yang telah meninggal dunia dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri adalah upacara pembakaran mayat. Hari raya umat agama hindu adalah Nyepi yang pelaksanaannya pada perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain itu ada juga hari raya galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan siwaratri.
Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni : (1).tattwa (filsafat agama), (2). Etika (susila), (3).Upacara (yadnya). Dibali ada 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu (1). Manusia Yadnya yaitu upacara masa kehamilan sampai masa dewasa. (2). Pitra Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur. (3).Dewa Yadnya yaitu upacara yang diadakan di pura / kuil keluarga.(4).Rsi yadnya yaituupacara dalam rangka pelantikan seorang pendeta. (5). Bhuta yadnya yaitu upacara untuk roh-roh halus disekitar manusia yang mengganggu manusia.
7. Kesenian
Kebudayaan kesenian di bali di golongkan 3 golongan utama yaitu seni rupa misalnya seni lukis, seni patung, seni arsistektur, seni pertunjukan misalnya seni tari, seni sastra, seni drama, seni musik, dan seni audiovisual misalnya seni video dan film.



[1] Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta : Djambatan, 1971), hlm. 286